Memang benar katanya mimpi dengan kenyataan itu beda tipis. Rasanya kurang lebih sama, saya tidak bisa bohong. Hal ini baru saja saya sadari tadi malam, ketika saya tidur terlelap jatuh ke alam mimpi. Dan tanpa sadar, ternyata kedalam sanalah saya membawa harapan dan perasaan saya.Ya, ini hanya salah satu mimpi lagi yang saya impikan. Bukan hal yang besar atau tidak biasa. Saya juga tahu orang lain juga pasti bermimpi saat tidur. Tetapi keegoisan saya telah menyentuh hati. Membuat saya berpikir, bahwa mimpi tersebut dan orang yang saya impikan adalah kulit imajinasi yang bersatu padat dengan kekentalan darah realita. Karena saya tahu dia nyata. Kali ini saya tahu benar.
Tidak banyak yang perlu dibahas, karena memang sedikit yang diingat.Walaupun keadaannya memang terpotong-potong, saya tau mimpi tersebut sudah susah payah berdiam diri di benak saya. Kalau begitu memang dasarnya ini masalah di benak saya. Di otak. Benak atau otak mudah puas, beda dengan hati saya yang egois. Minta terus. Selalu berharap lebih. Mau sebera pun saya sekarang bersyukur bisa bertemu dia lagi (kali ini di alam mimpi), hati saya cuma bisa teriak "Bolongan di hati saya masih busuk. Kenapa saya harus ketemu dia disaat saya tau, saya tidak akan ingat?". Lagi. Lagi.... Lagi-lagi, yang teriak cuma hati. Hati saya lemah. Kata-kata, perasaan, dan apapun yang menyangkut saya akan dia tidak akan bisa keluar dari mulut saya. Begitu sudah diujung lidah, benak melawan. Benak bersikeras meyakinkan saya bahwa dia hanya bisa disimpan di dalam hati dan hanya hati saya. Alhasil yang jadi hanyalah tulisan ini. Tulisan ini yang saya tulis-- ketik, dengan penuh tangisan bingung. Tulisan ini, yang tanpa saya sadari, ditulis dengan harapan mungkin dia akan membaca tanpa mengetahui bahwa dia yang saya bicarakan. Atau mungkin, tulisan ini yang mungkin tak akan pernah dia tahu, dan tak akan pernah berarti apa-apa untuk dia.
Dan yang paling menyakitkan itu berusaha mengingat-nya, semua kata yang diucapkan saya kepada dia, dan dia kepada saya. Tambah menyakitkan lagi begitu saya mencoba mengingat,
yang keluar hanya gambaran wajahnya tanpa dialog yang terucap.
Semua bisu.
Untuk Doni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar